Diri kita sendiri dan keluarga, sering tidak kebagian rezeki haram yang kita "usahakan"
Sewaktu jadi pencuri mobil spesialis Pick-Up tua, Syamsudin termasuk banyak uang.
Setidaknya, di mata kawan-kawannya.Modus operandi pencurian ia lakukan terbilang sederhana.
Pertama, ia tetapkan mobil yang jadi "sasaran tembak".Kemudian, ia cuma mencongkel pintu mobil tersebut dengan kunci rakitan sendiri.
Begitu juga dengan stop kontaknya, ia cukup menstaternya dengan kunci rakitan serba guna tersebut.
Empat bulan tindakan kriminal ini ia lakukan.
Selama itu pula, ia tidak tertarik mencuri mobil jenis lain yang lebih mewah atau yang lebih bagusdari sasaran targetnya.
Sasaran targetnya selalu mobil-mobil Pick-Up tua tahun 90 ke bawah.
Alasannya juga sederhana: ia tahu diri, ia cuma maling kelas kampung.
Tidak punya relasi dalam urusan jual-menjual barang curianmya ini.
Kalau mobil Pick-Up tua ini, ia sudah punya langganan.
Biasanya ia jual ke daerah pedesaan dikawasan Jawa Barat.
Para pembeli mobil curian Syamsudin juga tau diri.
Mereka tidak pernah membawa mobilnya ke kota.
Mobil itu hanya digunakan mengangkut hasil bumi dari kebun mereka ke perkulakan.
Masih disekitar desa juga.
Jadi, pikiran Syamsudin dengan menetapkan sasaran target Pick-Up tua ini, "usahanya" lancar.
Kesialan syamsudin terjadi juga, lanntaran saat itu ada Operasi Zebra 2001 yang digelar oleh salah satu Polsek yang dilalui oleh Syamsudin.
Saat membawa mobil curian ketempat tujuannya, Syamsudin selalu menggunakan jasa derek.
Ia bekerja sama dengan salah satu karyawan di perusahaan derek tersebut.
Nah, kali ini Operasi Zebra tersebut mengharuskan syamsudin menunjukan surat surat mobil yang diderek tersebut.
Disinilah Syamsudin tertangkap.
Setiap mobil ia hargai dengan uang pas empat juta perak.
Semua uang hasil penjualannya ia makan sendiri karena Syamsudin melakukannya sendirian.
Tapi yang membuat polisi terheran-heran, ketika ditangkap dan ditelusuri jejaknya, keadaan rumah tangga Syamsudin tidak menunjukan "keberhasilan" uang yang diperolehnya.
Rumah masih "ngontrak", petakan lagi!
Disana, ia hidup bersama dengan istri dan dua anaknya yang masih kecil.
Tanpa perabotan sama sekali.
Hanya ada kompor kecil dengan peralatan memasak sederhana dan sebuah radio FM kecil tanpa tape.
Padahal seharusnya, dengan keberhasilannya menjual delapan belas mobil curian lalu dikalikan dengan empat juta rupiah, Syamsudin sudah bisa hidup berlebih.
Nilai rupiahnya kan sudah sekitar tujuh puluh dua juta rupiah!.
Di hadapan petugas ia mengaku uang tersebut semuanya habis nggak keruan.
Sehabis mendapatkan hasil jualan mobil, ia selalu foya foya.
Ia habiskan di meja judi, main perempuan, atau mentraktir makan dan "minum" teman-temannya.
Tidak ada rupiah yang berarti, yang ia bawa pulang ke rumahnya.
Ia bahkan mengaku, yang lebih banyak menikmati uangnya adalah kawan kawannya--kawan seminum, kawan sejudi, kawan berfoya-foya.
Dan sebagian besarnya lagi, ia tidak tau kemana uangnya lari.Ya, tidak usah heran.
Memang demikian adanya.
Hasil kejahatan tidak akan pernah menjadi "daging".
Begitu keyakinan para orang tua yang mementingkan keberkahan hidup.
Contohnya yah kehidupan Syamsudin itu.
Dan andai kita mau menghadirkan lagi contoh-contoh yang lain, maka akan begitu banyaknya contoh yang bisa kita pelajari.
Misalnya seorang koruptor, bohong kalau ia bisa menikmati hasil curiannya. dengan tawa lebar sepanjang masa.
Ada saatnya, ketika ia tidak bisa lagi menampakan tawanya yang lebar.
Dan saat itu adalah saat dipertontonkan oleh ALLAH segala akibat korupsinya.
Kalau tidak keburu di dunia ini, yah di akhirat nanti.
Tapi, biasanya di dunia ini juga mereka sudah diburu oleh perasaan ketakutan.
Seorang yang merampok atau mencuri, seringkali terpaksa harus merampok dan merampok lagi dalam jumlah yang terus menerus membengkak.
Hasil pertama berujung pada foya foya.
Habis, lalu merampok lagi.
Habis, merampok lagi.
Dan seterusnya, jadi ketagihan.
Baru setelah ALLAH menghentikan gerakan dzalimnya ini, mereka menangis minta ampun dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Biar sedikit asal berkah.Mestinya, ini yang harus dijadikan prinsip hidup.
Buat apa banyak harta kalau jadi penyakit?
Buat apa hanya kelihatan banyak harta kalau akhirnya kita harus menderita?
Buat apa hanya kelihatan baik, padahal berselimutkan keburukan?
Seorang Mukmin yang arif itu akan lebih memilih kesudahan hidup yang baik.
Sekali lagi, seharusnya!.
Kehidupan yang penuh ketenangan seharusnya yang menjadi pilihan kita semua meskipun harus hidup dengan sederhana.Saya akhiri tulisan ini dengan sebuah munajat:
Sebagai manusia, tentunya hamba menginginkan dunia ada dalam genggaman hamba seperti berharta banyak dan punya kekuasaan.
Cuma keinginan tersebut tidak mampu memotivasi hamba untuk merengkuhnya dengan cara yang benar.
Dunia hamba rengkuh dengan melupakan ENGKAU, Sang Pemilik dunia yang Maha Melihat setiap perbuatan hamba.
Sebagai manusia, justru kekayaan yang hamba cari.
Bukannya ketenangan dan keberkahan.
Mata hamba tertutup oleh pandangan sempit bahwa harta adalah segala galanya bagi hamba, bukan keridhaan MU.
Pandangan inilah yang membuat hamba rela melakukan apa saja demi dunia,
Pandangan inilah yang membuat hamba menjadi begitu berani berbuat dosa ditengah pengawasan MU yang tak pernah lalai.
Sebagai manusia hamba ingin kembali, Ya ALLAH.
Tak ingin mengulang langkah yang sama.
Hamba telah belajar pentingnya hidup sederhana.
Hamba juga telah belajar pentingnya bersyukur dan menghargai kehidupan apa adanya.
Ya, hamba telah belajar dari keterpurukan dan ketersudutan yang telah hamba alami.
Buat apa banyak harta kalau itu hamba dapatkan dari jalan yang salah?
Buat apa berkedudukan tinggi, bila itu diraih lewat pemaksaan kehendak?.
Berilah hamba petunjuk dan kekuatan untuk memilih jalan orang-orang yang benar, yakni jalannya orang-orang yang menghargai ENGKAU sebagai Tuhan dengan segala kemahaan-MU
0 Response to "Diri kita sendiri dan keluarga, sering tidak kebagian rezeki haram yang kita "usahakan""
Post a Comment